Ketua Umum Pimpinan Pusat SPEE FSPMI Judy Winarno
Setelah mendengar sambutan dari beberapa tamu undangan,
akhirnya Rapat Kerja Nasional III SPEE FSPMI dibuka oleh Ketua Umum SPEE
FSPMI, Judy Winarno. Ini adalah rapat kerja yang istimewa. Selain
diselenggarakan dalam suasana pemilu, peserta Rakernas juga akan
melakukan kunjungan ke Singapura. Bertamu ke National Trades Union
Congress (NTUC) untuk melajar tentang gerakan buruh di negara singa yang
dikelola secara professional itu.
Tentu saja, semua kegiatan ini membutuhkan sumberdaya yang luar
biasa. Tidak sembarang serikat pekerja bisa melakukan ini. Dan SPEE
FSPMI adalah salah satu serikat yang bisa melakukannya. Dari sini saja
kita bisa mengukur, betapa kuatnya organisasi yang berbasiskan para
pekerja di industri elektronik elektrik ini.
Dalam sambutan pembukaan, mewakili Pimpinan Pusat SPEE FSPMI, Judy
Winarno mengucapkan terima kasih atas dana dan waktu yang diberikan oleh
peserta Rakernas sehingga acara ini bisa terselenggara. Bukan hanya
peserta. Panitia pun sangat berjasa. Mereka bahkan harus lembur untuk
menyiapkan ini semua. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada tuan
rumah. Mereka adalah kawan-kawan FSPMI Batam yang telah bertindak selaku
relawan.
Judy juga mengucapkan terima kasih kepada Amzakar Ahmad, Sriyanto dan
Ricky Solihin, yang telah memberikan masukan berharga kepada peserta
Rakernas. Organisasi ini senantiasa membangun gerakan yang berorientasi
pada kemajuan. Terbuka atas berbagai masukan. Masukan dari semua pihak
akan sangat berarti untuk kemajuan kedepan.
Apalagi, saat ini perkembangan industri sudah berubah. Apalagi dengan
adanya pengaruh yang kuat dari kebijakan industri dunia. Globalisasi
membuat sekat-sekat negara menjadi tipis. Diilhami dari masyarakat
ekonomi Eropa yang sudah maju dan berhasil, hal serupa juga ingin ditiru
oleh yang lainnya. Eropa, bahkan mampu mengalahkan Amerika.
“Indikator kemajuan itu, Euro yang menjadi mata uang Eropa nilainya
lebih tinggi jika dibandingkan dengan dollar-nya Amerika,” kata
Judy. Meskipun dengan sebuah catatan, Eropa pun dilandas krisis
Kini keberhasilan itu akan ditiru oleh pemimpin negara-negara Asean,
dengan membentuk ASEAN Community 2015. Harapannya, perekomian di
negara-negara Asean bisa maju dan mandiri. Kita tidak bisa menghindar
dari semua ini. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan diri,
agar liberalisasi dibidang ekonomi itu tidak berdampak buruk bagi
kepentingan bangsa.
Judy mengingatkan, bahwa Indonesia adalah negara yang lemah.
“Belum merdeka secara ekonomi,” katanya.
Dengan dibukanya pasar bebas, orang dari negara lain bisa berbisnis
dengan mudah di negara ini, selayaknya berbisnis di negaranya sendiri.
Termasuk di sektor tenaga kerja. Bisa jadi, dalam beberapa tahun
kedepan, banyak pekerja dari luar masuk ke Indonesia. Jika kita tidak
siap, tenaga kerja Indonesia akan tersingkir dari negerinya.
Sekali lagi, zaman sudah berubah. Sejauh mana mempersiapkan diri menghadapi perubahan itu?
Sejarah mencatat, siapa pun yang tidak bisa mengikuti perubahan zaman, ia akan tergilas.
Pimpinan Pusat SPEE FSPMI sudah mengagendakan sebuah diksusi untuk
mengantisipasi perubahan ekonomi global. Diskusi ini untuk menjawab
tantangan dan sekaligus membuat strategi untuk bisa bertahan dalam
situasi yang penuh dengan persaingan.
Kualitas dari pribadi dan organisai harus terus ditingkatkan.
Rakernas III SPEE FSPMI ini juga akan menindaklanjuti
keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam Rakernas KSPI dan Rapim FSPMI.
Dalam keputusan-keputusan itu ada beberapa resolusi, baik yang bersifat
internal maupaun eksternal. Kita percaya, jika keputusan-keputusan
tersebut bisa dijalankan dengan baik, niscaya buruh Indonesia akan
semakin bermartabattidak akan menjadi tamu rumahnya sendiri.
Kita juga mendebgar, buruh-buruh Filipina bakal menyerbu Indonesia.
Mereka akan bermigrasi ke negara kita untuk mencari kerja. Apalagi,
memang, hingga saat ini Indonesia masih menjadi tujuan utama investasi
dunia. Indonesia adalah surga. Banyak yang ingin datang kepadanya.
Perusahaan-perusahaan elektronik juga sudah berubah. Dulu Jepang yang
mendominasi. Tetapi sekarang, Korea Selatan dan Cina semakin banyak
yang bermunculan. Sanyo Elektrik di Cikarang dan Sanyo di Cimanggis pun
sudah dijual. Situasi industri elektronik menurun. Kita harus melakukan
antisipasi sejak dini. Karena itu, kata Judy, dalam Rakernas ini kita
juga akan mendengar pemaparan Rahmat Gobel. Ia adalag Presiden
Direktur salah satu investor elektronik terbesar di Indonesia. Kita
ingin tahu fenomena apa saja yang terjadi saat ini. Bagaimana prospek
dan perkembangannya. Setelah itu, kita akan membuat jawabannya dalam
sidang-sidang di Rakernas ini.
Inilah juga yang mendasari SPEE FSPMI dalam Rakernasnya membuat tema: ‘EE Gak Ada MatinyEE’.
Tak dipungkiri, itu berawal dari kegalauan. Tetapi apapun kondisi
yang kita hadapi, tidak boleh memperburuk situasi. Tema ini, saya kira,
memberikan semangat kepada kita semua.
Disaat kita sedang galau, memang harus ada penyemangat agar langkah tidak menjadi goyah.
Menurut Judi, yang mengusulkan tema ini adalah Baris Silitonga. Selain Pangkornas
Garda Metal,
Baris adalah salah satu pengurus Pimpinan Pusat SPEE FSPMI. Ide itu
disetujui, untuk menjawab tantangan yang sedang dihadapi. Bahwa EE tidak
boleh mati. Apalagi, SPEE adalah salah satu sektor yang membesarkan
FSPMI, yang membesarkan KSPI dan membesarkan gerakan buruh di Indonesia.
Tentang upah, FSPMI sudah mencanangkan kenaikan upah tahun 2015
adalah sebesar 30%. Kenaikan upah sebesar ini adalah untuk menjawab apa
yang dirisaukan oleh pemerintah. Selalu disampaikan dimana-mana, bahwa
kita tidak akan bisa bersaing jika tidak ada hubungan yang kondusif
antara buruh dan pengusaha.
Judy mengkritik pernyataan itu. Menurutnya, hubungan kondusif tidak
semata-mata dipengaruhi soal upah. Upah yang tinggi justru akan menjadi
solusi agar buruh Indonesia bisa berkompetisi dengan pekerja yang
berasal dari luar negeri. Kalau kita ingin meningkatkan kualiats kerja
dan produktivitas, seperti di Singapura, misalnya, maka daya beli kita
harus sama dengan mereka. Upahnya, minimal harus sama.
Tidak mungkin berharap produktivitas yang sama, sementara upah yang
diberikan hanyalah setengahnya. Ibarat kita akan membuat donat, jika
bahan dasarnya berbeda, hasilnya juga akan berbeda. Donut yang dijual di
Dunkin Donuts dengan yang dijual di emperan kaki lima jelas berbeda.
Cita rasanya pun tidak akan pernah sama. Mengapa? Karena materialnya
tidak sama! Oleh karena itu, agar kualitas tenaga kerja Indonesia sama
dengan kualitas tenaga kerja Singapura, upahnya juga harus sama. Daya
beli kita harus sama.
Sekali lagi, kenaikan sebesar 30% justru untuk menjawab soal
produktivitas. Ukuran kita adalah daya beli. Jika upah naik kemudian
harga-harga naik, itu pun bermasalah. Kalau pun kenaikan upah kecil,
tetapi harga-harga turun setengahnya, itu akan menyenangkan semua orang.
Diakhir sambutannya, Judy meminta kepada aparat pemerintah untuk meneladani Khalifah Umar bin Khatab.
Satu ketika, kata Judy, Umar jalan-jalan ke pasar. Ia melihat ada
penjual yang menjual barang dengan kelewat mahal. Maka pedagang itu
dimarahin
dan diancam akan dikeluarkan dari pasar jika harganya tidak diturunkan.
Kemudian ia menyuruh orang untuk mengawasi pasar. Ketika ada pedagang
yang mencampur susu dengan air, pengawas itu menegur. Susu yang
bercampur air itu disuruh meminumnya sendiri, jangan dijual. Tidak ada
lagi pedagang yang hanya mencari untung besar. Pembeli pun diuntungkan,
karena yang diperjual-belikan di pasar hanyalah barang-barang
berkualitas.
“Saya membayangkan ada pegawai pengawas yang mengawasi sepeti itu,”
ujar Judy, yang disambut dengan aplaus meriah dari semua peserta.
Kemudian Judy melanjutkan, “Sehari-hari pengawas jangan hanya berada di
kantor. Turun ke pabrik-pabrik untuk mengawasi agar aturan bisa
berjalan.” Sekali lagi, kami bertepuk tangan.
Dan tentu, ini bisa dimulai dari ketegasan dari pemimpinnya. Paling tidak, dimulai dari Kepala Dinasnya.
Contoh yang lain adalah cerita yang sudah terkenal ini. Dimana setiap
malam Umar berkeliling untuk membagikan beras kepada orang miskin.
Tidak ada yang tahu, siapa yang membagikan beras itu. Orang baru tahu,
ketika Umar sudah meninggal dan dimandikan mereka melihat pundaknya
hitam. Oh, ternyata yang setiap malam memikul beras dan membagikannya
kepada orang-orang miskin itu adalah Umar.
Pemimpin membutuhkan keteladanan. Ketegasan. Bukan hanya duduk manis dibelakang meja