Ilustrasi Pekerja PLN ( foto : antara )
Senin kemarin, tanggal 24 Februari 2014, Presiden FSPMI Said Iqbal
kembali menegaskan sikapnya terhadap pemasalahan buruh outsourcing di
BUMN. Khususnya buruh PLN dan Indofarma. Secara garis besar, ada tiga
hal yang disampaikan oleh Said Iqbal. Pertama, menuntut agar buruh
outsourcing di PLN dan Indofarma segera diangkat menjadi karyawan tetap.
Kedua, ada ribuan buruh outcourcing di perusahaan BUMN yang terancam
PHK. Ketiga, jika tuntutan itu tidak dipenuhi,
FSPMI-KSPI akan kembali melakukan aksi besar-besaran diseluruh Indonesia.
Disamping itu, FSPMI-KSPI juga
mendukung hak interpelasi DPR RI tentang Outsourcing BUMN. Desakan agar
para direksi di PLN dan Indofarma diganti karena telah melakukan
pelanggaran hukum dan prinsip “good corporate governance”, juga
disampaikan oleh Said Iqbal.
Analisa media ini akan menelusuri
sejauh mana media-media memberitakan tuntutan yang disampaikan FSPMI.
Dalam melakukan analisa media, saya menggunakan metodologi framing
dengan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Dalam teorinya, model
ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi
sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan
dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan nara sumber,
latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks
secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Maka bagaimana
seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda
yang dimunculkan dalam teks.
Adapun media yang saya analisa antara lain Edisi News, Kabar Bisnis, Kabar Indonesia, Lensa Indonesia, Pelita Online, dan Hukum Online.
Ada beberapa media lain yang juga memberitakan pernyataan FSPMI, namun
cukuplah saya mengambil keenam media tersebut. Semuanya media online.
Nampaknya isu outsourcing di perusahaan BUMN belum menjadi perhatian
bagi media papan atas nasional. Terlihat, mereka tidak melihat isu ini
cukup menarik untuk dijadikan sebagai sebuah berita.
Terkait dengan isu outsourcing di perusahaan BUMN, Edisi
News (24 Februari 2014) menurunkan berita yang berjudul, ‘
Pemerintah Didesak Hapus ‘Outsourcing’ di PLN’. Materi berita yang diturunkan
Edisi News cukup lengkap. Dibagian awal, terdapat kutipan langsung Said Iqbal yang menjadi inti dari perjuangan buruh PLN dan Indofarma.
“Kami mendesak pemerintah untuk mengangkat pekerja alih
daya yang bekerja di perusahaan BUMN, yakni PLN dan Indofarma untuk
menjadi pegawai tetap,” ujar Ketua Umum FSPMI Said Iqbal di Jakarta,
Senin (24/2/2014). Meskipun terdapat sedikit kesalahan dalam penulisan
jabatan — Said Iqbal seharusnya Presiden FSPMI bukan Ketua Umum FSPMI —
namun substansi dari pesan yang hendak disampaikan telah sampai kepada
pembaca.
Lebih jauh,
Edisi News juga menyampaikan dasar hukum tentang
pengangkatan karyawan outsourcing menjadi karyawan tetap. Yaitu
berdasarkan Pasal 66 UU 13/2003 dan
Permenaker
19/2012 yang pada intinya menyatakan pekerjaan utama tidak boleh
dialihdayakan. Jika kemudian perusahaan-perusahaan BUMN tidak bersedia
mengangkat buruh outcourcing PLN dan Indofarma menjadi karyawan tetap,
maka pemerintah telah melakukan pelanggaran hukum.
Karena telah lalai menjalankan amanah Undang-undang, tulis
Edisi News, FSPMI mendesak agar DPR RI melakukan hak interpelasi.
Edisi News menutup berita ini dengan sebuah kutipana langsung, ”Bila tidak dijalankan, kami akan mekakukan aksi besar-besaran,” ancam Iqbal
Kabar Bisnis, singkat saja menurunkan berita. Hanya 4 (empat) pragraph, dengan judul,
‘Ribuan pekerja outsourcing di dua BUMN ini terancam PHK’ . Secara umum,
Kabar Bisnis
hanya menyampaikan 2 (dua) hal. Pertama, Direksi PT. PLN dan PT.
Indofarma belum menjalankan hasil rekomendasi panja outsoucing BUMN DPR
RI. Dan kedua, KSPI dan FSPMI mendesak pekerja outsourcing agar menjadi
pegawai tetap.
Kabar Binis menulis, rencananya, Selasa
(25/2/2014) ini ratusan anggota FSPMI di 15 provinsi akan melakukan
mogok nasional menuntut pengangkatan pegawai outsourcing PT PLN dan PT
Indofarma menjadi karyawan tetap atau dikontrak langsung oleh BUMN.
Tulisan ini tentu saja menjadi bias. Karena yang dimaksud FSPMI, hari
Selasa 25 Februari 2014 adalah aksi untuk mendesak agar DPR RI
menggunakan hak interpelasi. Sementara mogok nasional sendiri akan
dilakukan jika tuntutan itu tidak segera dipenuhi.
“PLN dan Indofarma Tidak Taat Hukum Peraturan Outsourcing BUMN”, adalah judul yang digunakan oleh
Kabar Indonesia. Mirip seperti
Kabar Bisnis, Kabar Indonesia juga singkat saja dalam menurunkan berita. Bedanya, jika
Kabar Bisnis menyebutkan mogok nasional adalah tanggal 25 Februari 2014, maka
Kabar Indonesia menyebutkan
mogok nasional buruh BUMN akan dimulai pada bulan Maret 2014. Berikut
adalah kutipannya, ”Kami akan melakukan aksi-aksi di seluruh kantor PLN
dan melakukan mogok nasional pekerja outsourcing BUMN PLN dan indofarma
mulai maret 2014. Puncaknya pada mayday 2014 mendatang,” tutup Iqbal.
Perbedaan ini sedikit mengganggu. Menyebabkan pesan perjuangan yang hendak disampaikan FSPMI menjadi kurang jelas.
Lensa Indonesia, berita yang diturunkan sangat jelas. Media
ini bahkan lebih sistematis dalam menulis berita. Ia juga menjadikan
KSPI sebagai aktor penting. Judulnya,
KSPI: Presiden & instansi terkait harus taat pada hukum yang berlaku. Ada anak judul yang sangat menarik:
Masih terdapat ribuan pekerja outsourcing tidak jelas statusnya.
Sejak kalimat pertama, Lensa Indonesia dengan
jelas menulis, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI),
Said Iqbal, untuk kesekian kalinya meminta dan mendesak pemerintah agar
segera mengangkat status pekerja outsourcing (pekerja kontrak) agar
diangkat menjadi pekerja tetap.
Dasar hukum pengangkatan buruh outsourcing menjadi
karyawan tetap juga disinggung. Khususnya UU No. 13 tahun 2003, pasal
66, dimana para pekerja tidak tetap yang bekerja secara terus menerus,
harus diangkat menjadi pekerja tetap. Hal ini penting, karena masyarakat
juga harus tahu, bahwa apa yang dilakukan oleh buruh PLN dan Indofarma
adalah sesuai dengan peratuan perundang-undangan. Buruh hanya meminta
agar Presiden, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
taat pada hukum yang berlaku
Jika sampai akhir bulan Februari 2014, pemerintah masih tetap mangkir
dan kekeh pada pendirian untuk mengabaikan status pekerja Outsourcing,
Said mengancam akan melakukan aksi di kantor perusahaan listrik negara
(PLN). “Kita akan melakukan aksi di kantor area dan kantor cabang PLN.
Dan bukan hanya di Jakarta, tapi juga di Banten, Jawa Barat dan Sulawesi
Selatan. Kita melakukan akan aksi mulai Maret 2014 dan puncaknya Mayday
2014,” tandas Said. Demikian ditulis oleh
Lensa Indonesia.
Pelita Online menulis judul,
Ratusan Anggota FSPMI Akan Mogok Bayar Listrik. Tuntutan merubah status para pekerja Outsourcing jadi salah satu agenda Mogok Nasional.
Pelita Online, lebih memilih untuk menceritakan tentang hal-hal yang
pernah dilakukan FSPMI dalam memperjuangkan buruh outsoucing di BUMN.
Disebutkan, perjuangan para pekerja Outsourcing di BUMN sudah dilakukan
para pekerja di PT.PLN, PT. Indofarma mulai februari 2013, dengan masa
kerja rata-rata sepuluh tahun. Langkah yang dilakukan dengan melakukan
lobby ke Menteri BUMN, Dirut PT. PLN, PT. Indofarma serta komisi IX DPR
RI sudah dilakukan sejak bulan Mei sampai September 2013 lalu. Dukungan
dari parlemen khususnya komisi IX DPR RI dimana pada saat RDP (Rapat
Dewan Pendapat) dengan kementerian BUMN hingga terbentuk panitia kerja
(Panja) Outsorcing BUMN. Aksi awal dilakukan didepan istana Presiden
pada 23 September 2013, sebagai puncaknya para pekerja Outsourcing di
tiga BUMN tersebut ikut dalam Mogok Nasional pada 31 Oktober 2013 di
lebih dari 100 Kabupaten Kota dan 20 Provinsi yang melibatkan 1,5 juta
buruh .
Yang menarik, Pelita Online menulis ancaman buruh yang akan mogok.
Bukan mogok kerja, tetapi mogok membayar listrik. ”Ratusan Anggota FSPMI
akan melakukan mogok tidak membayar listrik, apabila pln memutus aliran
listriknya maka kami akan berbondong- bondong menyerbu ke kantor PLN,”
pungkasnya
Diantara semua media yang sudah saya analisa, yang terlihat paling
serius menurunkan berita tentang buruh outsourcing ini adalah Hukum
Online. Judulnya,
Serikat Pekerja Dukung DPR Gunakan Hak Interpelasi.
Hukum Online bahkan menyajikan hasil wawancara dengan Deddy Chandra,
ketua Ketua PUK FSPMI dari outsourcing PLN. Ini menarik. Karena pembaca
disajikan kisah nyata, betapa perjuangan ini bukan hanya untuk buruh
outsourcing PLN. Tetapi juga masyarakat secara umum. Bahkan, terkait
dengan hak interpelasi yang dilakukan DPR RI untuk meminta keterangan
pemerintah terkait dengan outsourcing di BUMN, juga mendapatkan ruang.
Hanya, memang, Hukum Online tidak menurunkan langkah tindak lanjut
jika tuntutan itu tidak dipenuhi: Ancaman buruh untuk menggelar mogok
nasional.
Berikut ini saya tuliskan kembali judul-judul yang digunakan oleh keenam media tersebut secara sistematis.
- Edisi News: Pemerintah Didesak Hapus ‘Outsourcing’ di PLN
- Kabar bisnis: Ribuan pekerja outsourcing di dua BUMN ini terancam PHK
- Kabar Indonesia: PLN dan Indofarma Tidak Taat Hukum Peraturan Outsourcing BUMN
- Lensa Indonesia: KSPI: Presiden & instansi terkait harus taat pada hukum yang berlaku
- Pelita Online: Ratusan Anggota FSPMI Akan Mogok Bayar Listrik
- Hukum Online: Serikat Pekerja Dukung DPR Gunakan Hak Interpelasi
Didalam sebuah berita, judul memiliki makna yang penting. Dalam
banyak hal, seseorang memilih untuk melanjutkan membaca atau tidak,
tergantung dari judul. Saya tidak memberikan penilaian apakah judul yang
digunakan oleh media-media tersebut benar atau salah. Yang henda saya
lakukan adalah mengelompokkan, dari sudut pandang mana masing-masing
media menempatkan posisi kaum buruh.
Edisi News, menempatkan Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab untuk menghapuskan outsourcing di PLN. Sedangkan
Kabar Indonesia lebih menekankan kepada management PLN dan Indofarma, yang tidak mentaati peraturan tentang outsourcing.
Sedangkan
Kabar Bisnis, Lensa Indonesia,
Pelita Online dan
Hukum Online menempatkan buruh (serikat buruh) sebagai aktor penting. Mereka dijadikan subjek. Jika
Lensa Indonesia,
Pelita Online dan
Hukum Online memposisikan buruh sebagai aktor perubahan,
Kabar Bisnis menempatkan buruh dalam posisi yang “teraniaya”: terancam di PHK.
Dari sini kita bisa membuat kesimpulan sederhana. Bahwa buruh dianggap penting. Setidaknya ia diposisikan sebagai aktor.
Secara umum, pesan yang kita sampaikan sudah sampai. Meskipun ada beberapa catatan, seperti: (1) Penyebutan Said Iqbal sebagai Ketua Umum FSPMI, padahal yang benar adalah Presiden FSPMI (
Edisi News);
(2) Penyampaian bahwa tanggal 25 Februari 2014 adalah mogok nasional.
Padahal yang benar adalah aksi tanggal 25 Februari 2014 adalah untuk
mendukung penggunaan hal interpelasi
(Kabar Bisnis); (3) Pesan
yang sedikit bias. “Ratusan Anggota FSPMI akan melakukan mogok tidak
membayar listrik, apabila pln memutus aliran listriknya maka kami akan
berbondong- bondong menyerbu ke kantor PLN,” sebagaimana yang dikutip
Pelita Online.
Mogok kerja atau mogok bayar listrik? Atau kedua-duanya? Menyerbu
kantor PLN karena aliran listriknya diputus atau hendak memperjuangkan
pengangkatan buruh outsoucing?
Diluar itu, kita memang harus lebih
banyak mengenalkan kepada media, seperti apa perjuangan kaum buruh yang
sesungguhnya. Misalnya dengan melakukan peliputan mendalam terkait
kehidupan korban outsourcing PLN dan Indofarma yang sudah setahun lebih
tidak ada kejelasan terhadap kasusnya.