Pertanyaan untuk FSPMI
Masih mengutip apa yang disampaikan Surya Tjandra, Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC), dalam Sekolah Kepemimpinan FSPMI Angkatan Pertama.Hendak saya tegaskan sekali lagi, disini, bahwa buruh mempunyai peran yang penting. Karena dia memberikan terobosan-terobosan pada waktu yang tepat untuk memberikan kontribusi positif bagi bangsa ini. Dalam artian itulah, saya melihat kesadaran ekonomi perlahan sudah mulai meningkat menjadi kesadaran politik. Politik pengambilan kebijakan. Penentuan sikap.
Saya kira, kesadaran politik itu tidak datang dari sono-nya.
Ketika buruh menuntut upah, itu sudah dari sono-nya. Ketika buruh ingin sejahtera, itu sifat alamiah yang melekat pada dirinya. Tetapi untuk kesadaran politik, dia datang dari luar. Dengan kata lain, tidak secara otomatis orang menjadi sadar akan politik. Sebelum kesadaran politik itu tumbuh, dia harus paham konteks. Dan pemahaman terhadap konteks ini datangnya dari luar: melalui interaksi, melalui dikusi, pendidikan dan pergaulan.
Kesadaran politik lebih kepada perubahan paradigma. Maka perubahannya relatif lebih lambat.
Tetapi buruh mempunyai kelebihan, mampu dengan cepat menyerap informasi. Kalau kata Mas Handoko, seperti busa. Cepat nyerapnya, tetapi kalau dipencet, cepet juga hilangnya.
Kesadaran kolektif dan melibatkan massa yang lebih besar itulah yang barangkali menyebabkan keawetan perjuangan.
Kalau saya sederhana ketika menilai, apakah bung Iqbal itu bisa dipercaya atau tidak? Apakah FSPMI bisa dipercaya atau tidak?
Kadang-kadang orang mengaitkan dengan partai politik. Tetapi bagi saya itu nggak penting. Dia mau dekat dengan PKS kek, dekat dengan partai apa kek, bagai saya nggak penting. Tapi yang lebih penting, dia percaya tidak jika massa mampu memberikan perubahan? Kalau dia percaya, saya dukung! Apakah dia konsisten antara perkataan dan perbuatan? Kalau konsisten, saya dukung!
Teman-teman bisa melihat diri sendiri untuk menjawab hal ini.
Kesadaran politik yang saat ini mulai tumbuh dikalangan buruh, penting untuk kita perluas.
Pertanyaan selanjutnya, untuk kawan-kawan Pimpinan FSPMI, apakah kalau memang nanti gerakan buruh membentuk satu forum yang diperluas tadi, apakah kawan-kawan sudah siap?
Siap dalam artian, pada satu sisi menjadi pemimpin perubahan, pemimpinan gerakan sosial, tetapi pada sisi yang lain, juga mau membuka diri dengan masukan dari kelompok-kelompok aktivis HAM atau kelompok-kelompok pro demokrasi yang lain, misalnya.
Sebab secara alamiah, memang buruh yang akan memimpin gerakan ini. Tidak usah kita konstruksikan, secara alamiah hal itu akan terjadi. Karena kemampuan memobilisasi kekuatan massa – yang memang ada dan nyata – ditambah kalau FSPMI kan punya duit dari iuran anggota.
Jika penyatuan itu terjadi, pola pikirnya akan berbeda. Misalnya, aktivis perempuan yang menuntut kesamaan hak, aktivis gay, atau yang lainnya. Mereka barangkali tidak pernah berkecimpung pada isu perburuhan, tetapi ia adalah gerakan masyarakat yang memiliki akses dan kemampuan pada isu yang mereka bawa.
Barangkali juga, mereka akan memiliki kesetiaan dalam melakukan perubahan. Karena dia adalah korban. Pada satu sisi, sama dengan buruh. Mereka adalah korban yang mau melawan. Mau merubah penindasan itu menjadi sebauh kesempatan untuk perlawanan.
Apakah FSPMI dan KSPI bisa melakukan itu?
Ini pertanyaan penting, karena nanti ketika kita masuk kedalam perjuangan yang lebih tinggi, godaannya juga menjadi lebih besar.
Politik itu, kalau menurut bung Pujianto dari Jawa Timur, ibarat gadis cantik yang menggoda. Jika tidak hati-hati, kita bisa terjebak oleh putri cantik. Saya bilang bukan hanya putri cantik.Tetapi juga, putra ganteng, kalau aktivisnya adalah perempuan.
Apakah kawan-kawan “siap” untuk menerima masukan baru dan memberikan tawaran perubahan?
Siap dalam tanda kutip. Karena bukan hanya siap dalam omongan. Karena kesiapan itu artinya, akan ada pekerjaan tambahan bagi presiden Anda, dan mungkin, ujung-ujungnya ke dirimu juga. Seperti yang selama ini biasa terjadi